Kota Bogor yang dulu, sangatlah beriman: Bersih, Indah, dan
Nyaman. Slogan itu tak berlebihan diberikan untuk bogor sekitaran 7-8 tahun
lalu, ketika saya masih mengenakan seragam putih-merah atau putih-biru. Tapi
sekarang, untuk berjalan di pinggiran jalan pun sangat susah rasanya, padahal
sudah sangat pinggir sekali. Saya tidak habis pikir apakah memang sedang
nge-trend angkot atau motor berjalan di trotoar atau memang yang sedang
ngetrend orang yang berjalan kaki itu di tengah jalan raya? Sepertinya saya
ketinggalan trend kalau seperti itu.
Kalau
masalah kebersihan dan keindahan, meski belum bisa dibilang sangat baik, tapi
bogor memang cukup baik dalam masalah kebersihan dan keindahan dibanding
kota-kota lainnya. Hanya beberapa spot tertentu yang masih banyak sampah dan
pemandangannya kurang enak dilihat, tapi masalah itu masih bisa ditolerir,
menurut saya. Tapi ada satu hal yang sudah mengundang decak kagum bagi banyak
warga bogor, decak kagum karena warga bogor menyaluti kota ini yang
kemacetannya ternyata bisa lebih macet dari jakarta. Andai ada penghargaan
kemacetan se-Indonesia, Bogor pasti sudah menang 3 tahun berturut turut, dengan
kategori pendatang baru kota termacet.
Saya
pun lupa, dari mulai kapan Bogor semacet ini, karena saking pendatang baru
terbaiknya. Kalau anda tidak percaya kenapa bogor memenangkan penghargaan ini,
coba anda datang ke daerah laladon & dramaga jam 07.00-09.00 atau
17.00-21.00. Jangan lupa juga untuk mampir ke daerah sempur/pasar
bogor/sukasari di jam yang sama. Kalau tidak mau susah susah coba anda ke
daerah merdeka jumat malam, saya yakin ada pengendara motor yang membuka tikar
lalu berpiknik di atas motornya. Dan yang sudah menjadi rahasia umum kalau anda
keluar pada hari sabtu, bogor sudah sempurna menirukan kemacetan jakarta.
Penyebab
kemacetan ini bermacam macam, tapi yang paling sering dijadikan kambing hitam
adalah angkot. Dan bogor juga sekarang boleh berbangga hati kalau selain kota
hujan, bogor juga tersohor dengan sebutan kota sejuta angkot. Kurang lebih ada
24 trayek yang ada di kota bogor seperti yang dilangsir oleh situs kota bogor.
Dan tidak lupa juga peningkatan mobil berpenumpang setiap tahunnya kurang lebih
9,9 % dan sekarang sudah mencapai 3400-an lebih angkot di bogor. Tidak hanya
angkot yang menjadi kambing hitam, jalan yang sempit pun dijadikan kambing
hitam kedua sebagai penyebab kemacetan. Dan peringkat ketiga kambing hitam
ditempati oleh, pertumbuhan populasi yang semakin tinggi setiap tahunnya.
Selanjutnya untuk juara harapan satu adalah sudah menjamurnya pusat pusat
perbelanjaan dan pembangunan di kota bogor.
Kasihan
angkot menjadi kambing hitam, padahal angkot hanyalah benda mati. Kalau tidak
ada supir mana bisa angkot dijalankan, kecuali angkot bogor sudah difasilitasi
autopilot. Mari jangan salahkan angkot, dia hanya benda mati yang dicat hijau.
Yang boleh disalahkan adalah perilaku supir angkot itu sendiri. Banyak sekali
contoh perilaku perilaku supir angkot yang berpeluang besar untuk membatalkan
puasa seseorang, misalnya pengendara motor yang sedang nyaman berjalan dikiri,
tiba tiba datanglah mobil hijau dari kanan yang menutup jalan pengendara motor,
hanya demi menurunkan penumpang yang suka mendadak bilang “Kiri bang”, hebatnya
supir angkotnya menuruti saja. Atau mungkin ada tipe supir angkot yang mager +
ambisius, entah harus berapa orang di angkotnya baru ia mau untuk tidak ngetem.
Bukti empiris teorema diatas: Setelah anda membaca tulisan ini, coba anda ke
stasiun bogor menggunakan motor, dan coba parkirkan motor itu di stasiun. Kalau
anda tidak berkeluh tentang angkot ngetem, kesabaran anda luar biasa tinggi.
Jika
harus di list satu persatu uniknya perilaku supir angkot mungkin itu bisa
dijadikan skripsi. Tapi jangan hanya mengambing hitamkan supir angkot juga,
karena penumpang yang pemalas juga berkontribusi menjadikan angkot sebagai
biang utama kemacetan. Lihatlah, bagaimana banyak penumpang yang malas untuk
jalan beberapa meter saja guna mencapai angkot, sehingga angkot harus
menghampiri. Tidak heran 10 tahun kedepan, angkot sudah ada di depan pintu
rumah setiap orang, karena saking pemalasnya. Padahal kalau di jepang atau di
negara maju lainnya, orang harus berjalan sebegitu jauhnya untuk menggunakan
moda transportasi umum. Dengan begitu diyakini akan membuat badan kita selalu
sehat dan juga menaikkan tingkat kedisiplinan kita.
Penyebab
jalan yang sempit, penyebab jumlah angkot yang terlalu banyak atau penyebab
tingginya populasi hilang begitu saja di otak saya setelah melewati hari itu.
Ternyata penyebabnya adalah atittude supir dan penumpang angkot, atau supaya
lebih adil penyebabnya atittude semua pengendara. Andai semua dari kita
mematuhi semua rambu rambu lalu lintas, atau mau mengalah dan tidak merasa
sebagai ‘Orang yang paling buru-buru’ di jalanan, saya yakin jalanan di kota
bogor khususnya akan sangat lancar. Berkaca dari kasus tadi, terlihat
masyarakat kita hanya takut dengan sesuatu yang terlihat, seperti polisi.
Masyarakat kita sangat acuh dengan sesuatu yang hanya bersifat sebagai simbol,
seperti rambu rambu lalu lintas. Bukan tidak mungkin kalau berperilaku setiap
pengendara sudah baik, angkot menjadi ciri khas yang baik untuk mengharumkan
kota bogor.
Andai hari itu tiba, saya yakin angkot sudah difasilitasi
autopilot.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar