“Ngalah dong sama cewe, mas?”
“Mas berdiri dong, kan cowok?” itu kalimat teguran yang cukup saya sering
dengar yang dilontarkan ibu-ibu ke pemuda atau pria separuh baya, yang sedang
duduk di commuter line. Lucunya, kalimat teguran itu sering dilantunkan bukan
di gerbong wanita dan juga kalimat teguran itu biasanya dilontarkan oleh
ibu-ibu yang masih gagah perkasa dan pemberani yang baru masuk kereta.
Sementara nanti ibu-ibu pemberani ini duduk, ada di sebelah lainnya ibu ibu
yang mukanya pucat tapi kurang pemberani dan sudah menunggu tempat duduk dari
stasiun awal untuk duduk, hanya bisa kuyu memegang pegangan kereta berharap
kereta cepat sampai.
Saya
termasuk pengguna commuter line, saking seringnya saya sempat beberapa kali
melakukan riset tentang commuterline ini untuk tugas. Kejadian kejadian diatas
tadi, kejadian yang sangat lumrah apalagi di peak hour, dimana kondisi kereta
memang sangat berdesakan. Wanita yang mempunyai gerbong sendiri, datang
menginvasi gerbong biasa dan mencari tempat duduk kosong yang presentasenya
tingkat keberadaannya satu banding seribu. Mereka berasumsi, lelaki jantan
pasti mengalah dan memberikan tempat duduknya dengan sukarela demi sesuatu yang
dinamakan ‘Kejantanan’. Jadi jangan heran, jika ada perempuan yang mendekati
tempat duduk anda, bahkan sampai mencolek, itu bukan berarti dia menyukai anda
karena anda tampan, dia akan menyukai anda kalau anda berdiri dan
mempersilahkan dia untuk duduk.
Jangan
salah, ternyata pria pria ini bukan masokis yang selalu bersedia memberikan
setiap tempat duduknya kepada wanita, sekaligus juga pria ini tidak mau
kehilangan citranya sebagai makhluk yang jantan. Alangkah cerdiknya, pria pria
ini melakukan trik yang lebih hebat dari mentalis, pura-pura tidur. Entah tren
ini siapa yang memulai, harusnya ia mendapatkan nobel atas karyanya ini, karena
terbukti dengan trik pura-pura tidur, tempat duduk anda aman sampai stasiun tujuan.
Terlepas yang tidur sungguhan, tapi mereka yang pura-pura tidur itu lebih
banyak karena saya pun bersama kolega kereta kadang melakukan hal yang sama.
Para wanita pun diserang sisi feminisnya, dimana para wanita yang lembut ini
tidak tega membangunkan para pria pria yang berusaha untuk mengasuransikan
tempat duduknya dengan pura-pura tidur.
Ini
adalah kejadian lucu kaum kaum urban, baik secara denotatif ataupun konotatif.
Lucu, karena pertandingan antar gender masih terjadi di media sederhana yang
bernama gerbong kereta. Lucu, karena wanita kadang merasa pria pria ini selalu
kuat, pria pria ini tidak ada yang sedang kelelahan dari tempat kerjanya,
wanita selalu lemah dan butuh duduk, pria pria ini tidak boleh sakit atau
apapun itu yang membutuhkan duduk. Lucu, karena banyak lelaki yang sebenarnya
kuat tidak mau mengalah kepada wanita yang memang sedang membutuhkan tempat
duduk, ibu-ibu hamil, atau ibu-ibu yang sedang membawa anaknya. Mereka hanya
fokus dalam mimpinya yang didapat dari ‘pura-pura tidur’.
Tidak
perlu menyalahkan siapa-siapa, lakukan saja yang menurut kata hati itu adalah
benar. Percuma sebagus apapun sistem yang kita lakukan, kalau melanggar itu
adiktif di masyarakat sekarang. Ini hanya sederhana, hanya masalah moral.
Masalah yang tidak bisa diselesaikan oleh rumus phytagoras ataupun integral
bertingkat, hanya dengan berempati masalah ini bisa selesai. Bagi para wanita,
jikalau merasa diri masih kuat untuk berdiri dan memang tidak ada yang mau
memberikan duduk, sabarlah, anggap saja pria pria itu baru selesai membangun
candi. Tak perlu dimarahi dan dipermalukan di hadapan penumpang lainnya. Bagi
para pria, jikalau merasa diri kuat, tawarkanlah wanita untuk duduk, karena
pada hakikatnya wanita memang lebih ringkih dari pria. Lumayan hitung hitung
olahraga, daripada anda terus pura-pura tidur lalu banyak wanita yang
menyumpahi anda.
Sejauh pengamatan saya pribadi, wanita yang pura-pura tidur
adalah makhluk terkuat di tempat duduk commuterline. Tempat duduknya sakral nan
abadi.