Menjadi pelajaran berharga, bagi
bangsa yang amat sangat besar ini. Ketika perbedaan menjadi “musuh”.
Keberagaman tak di pandang sebuah keindahan yang harus disikapi dengan bijak,
bukan sebaliknya. Kekerasan yang berbau agama, seakan menjadi cerminan bangsa
ini dalam menapaki diawal tahun 2011. Konflik horizontal yang sarat akan SARA
terjadi belakangn ini adalah bukti kongret betapa lemahnya manusia bangsa ini
dalam menyikapi perbedaan.
Menjadi refleksi segenap bangsa
ini, ketika menyimak kekerasan yang terjadi dengan membawa simbol-simbl agama
dengan naungan Ormas. Sangat prihatin dan memilukan. Ketika Negara ini sedang
mengalami goncangan berat, baik dari bencana alam dan kemiskinan. Konflik
horizontal, ternyata belum menunjukkan titik lesu yang berarti. Malah
sebaliknya.
Ormas yang merupakan sebuah wadah
untuk pendaulat aspirasi.
Mengkonsolidasikan beragam pandangan untuk mancapai sebuah tujuan yang
diharapkan dalam kelompok/organisasi adalah keniscayaan, sehingga dapat sejajar
dalam memperoleh hak kehidupan, baik dibidang ekonomi, sosial, dan budaya. Sepak terjang ormas pun bergerak massiv,
dengan langkah pasti senantiasa memantau kebijakan pemerintah sebagai control social
.
Ketika anomaly muncul kepermukaan
dan bahkan menindas hak-hak rakyat ormas selalu berpegang teguh pada prinsip
mereka sebagai sebuah komunitas yang peduli terhadap kondisi sosial , meskipun
tidak semua ormas yang respon dan tanggap terhadap ironi-ironi rakyat. Namun
beberapa tahun akhir ini perjalanan ormas
yang berada diindonesia mulai menampakkan taringnya. Beragam
aksi/kegiatan terorganisir yang dilakukan semakin jauh dari harapan masyarakat
pada umumnya.
Pembekuan Ormas
Nilai-nilai dan prinsip demokrasi
saat ini malah tidak dipraktikkan bahkan
diabaikan. Ketegangan sosial yang digerakkan oleh balutan sentimen sebagaimana dilakukan ormas radikal, secara
umum merupakan bukti nyata bagaimana demokratisasi tidak menjadi bagian praktik
nyata. Dengan begitu, ekspresi kebekuan hubungan antar ormas dan masyarakat
menjadi terpecah dengan adanya jurang pemisah yang signifikan yaitu
ketidakpercayaan(distrust) rakyat terhadap pergerakan yang dilakukan oleh
ormas-ormas yang menangatsnamakan pro rakyat namun lebih cenderung ingin memonopoli
dengan kepentingan tertentu. Inilah kondisi paradoksal dan ironi.Memang tidak
mudah lagi mendapatkan hati masyarakat. Apalagi kasus-kasus ekstrem yang
menyentak khalayak.
Menjadi sejarah kelam para
penggerak ormas, jika tidak menyikapi perbedaan kepercayaan sebagaimana
mestinya. Kepercayaan memeluk agama seakan dikekang. Jika hanya merujuk pada
satu otoritas yang dianggap benar, namun sangat “kaku” di mata pemeluknya.
Aturan yang di rangkum para ormas yang mengatasnamakan pembela agama mayoritas seakan menjadi “rancun” sendiri para
pemeluknnya, sehingga harus keluar dari lingkaran yang dianggapnya belum
memasuki “zona nyaman’. Karena kepercayaan tetaplah masalah kenyamanan rohani
tanpa adanya paksaan dengan beragam iming-iming yang malah menyesatkan. Karena
segala sesuatu yang dipaksa terkesan,
menimblkan gemercik konflik.
Pembekuan ormas yang memiliki garis
keras pun harus secepatnya di evaluasi dan bila perlu di eliminasi. Karena pergerakannya pun hanya menimbulkan
kebosanan tiada tara dari masyarakat sendiri. Tak salah jika Presiden Republik
Indonesia Susilo bambang Yudhoyono dalam sambutannya sekaligus pembukaan dalam
Hari Pers Nasional di Kupang mengecam keras para pelaku tindak kekerasan yang
terjadi, bila perlu di bekukan. Sudah berulang kali ormas yang hanya membuat
“gatal” rakyat Indonesia.
Untuk itu sudah sepatutnya pula
pemerintah mengambil ancang-ancang tegas. Penegak hukum sebagai panglima hukun
dinegeri ini, seharusnya memilki kekuatan tegas untuk meyikapinya, bukan malah
menjadi penonton manis yang hanya menunggu respon, ketika suasana mulai
mengeruh. Itu pun belakangan ini menjadi sororan publik mengenai penyerangan
Jamaah Ahmadiah yang menelan korban
hingga tewas. Peran penegak hukum pun, semakin dipertanyakan. Betapa
leletnya, dalam menyikapi beragam kejanggalan dilapangan. Malah masyarakat pun,
yang harus turun tangan.
Menjadi pekerjaan rumah pula, semua
elemen di NKRI ini dalammenindak para
Ormas nakal tersebut. keinginan masyarakat untuk membubarkan ormas, yang selalu
membuat kekacuan adalah jawaban final, tidak bisa dinganggu gugat lagi. Terus
apakah pemimpin negeri ini beserta selutuh jajaran kabinet di pemerintahannya
berani untuk melakukan hal tersebut, yang telah dinanti oleh seluruh masyarakat
Indonesia, Atau jangan-jangan, gertak sambal saja. Entahaah!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar