Kamis, 06 Oktober 2011

Shift Paradigm


Paradigm Shift.  Apa itu?  Dari asal katanya, bahasa Inggris. Paradigm atau dalam bahasa Indonesia serapan, paradigma adalah pola pikir. Sedangkan shift adalah perubahan. Jadi, Paradigm Shift adalah perubahan pola pikir.
             
      Bicara tentang paradigma, saya baru saja berbagi cerita dengan seseorang tentang hal ini. Dia mengatakan bahwa paradigma adalah salah satu hal paling mendasar yang mempengaruhi cara kita menjalani hidup. Well, saya setuju dengan pendapat dia. Bahkan John C. Maxwell dalam 101 Relationship pernah mengatakan bahwa kebanyakan orang tidak bisa mencapai target yang diinginkan karena ia tidak percaya pada dirinya sendiri. Beberapa orang memang seringkali merasa kesulitan untuk bisa percaya terhadap diri mereka, dan sering juga terjadi fakta bahwa seseorang tidak mempunyai seorangpun yang yakin pada mereka. Meski kelihatannya sepele, hal ini sangat berpengaruh besar terhadap paradigma hidup seseorang. Mengapa? karena kamu tak mungkin berpikir bahwa kamu tidak mempunyai seorangpun yang yakin pada diri kalian. Bagaimana bisa? tentu, karena paling tidak, orang pertama yang begitu yakin terhadap kamu adalah saya. Mari kita membuka mata, mengepakkan sayap, dan terbang tinggi bersama elang-elang itu. Kita bukanlah seekor itik yang hanya bisa melihat elang-elang itu dari kejauhan, melainkan kita adalah salah satu dari rombongan elang-elang itu.

      Apapun kelainan yang dipunyai oleh seseorang, pada dasarnya mereka adalah sama seperti kebanyakan orang. Didalam tubuh mereka terdapat proses kimia yang sewaktu waktu dapat menjadi tidak seimbang sehingga perilaku mereka berubah. Neuro-transmittal mereka menjadi tidak seimbang sehingga membuat mereka menjadi tidak dapat mengendalikan diri, terobsesi, depresi, maniak dan labil. Seperti kebanyakan orang mereka dapat pula mengembangkan pola pikir/ persepsi yang dapat bermanfaat ataupun merugikan mereka sendiri. Untuk dapat membaca pola pikir seseorang, kita tidak selalu memerlukan bahasa verbal. Ada yang namanya bahasa perilaku. Tanpa disadari lingkungan sekitar kita dapat membentuk pola pikir negatif yang dapat merusak diri sendiri.
Seseorang dapat menjadi marah atau depresi karena berbagai macam faktor seperti faktor sosial, keadaan emosi, cara berkomunikasi, perilaku, melakukan diet dan minum suplemen / obat-obatan.
Pola berpikir seseorang biasanya mengikuti cara pola berpikir kebanyakan orang yaitu pola pikir mengejar perhargaan/ membela diri/ membuat alasan2/ mengucilkan diri, dll.
                
      Topik ini saya kemukakan dengan harapan dapat merubah total pola pikir seseorang. Untuk ini diperlukan banyak bantuan hypotherapy. Seperti-nya cara "konsultasi" tidak akan banyak membantu merubah pola pikir seseorang yang cenderung menyukai/kecanduan untuk memanifestasikan pola pikir lama mereka. Dan jika ini tidak memungkinkan maka diperlukan cara untuk "mengatur" respon lingkungan sekitar dengan cara meng-konfrontasikan-nya sehingga dapat merubah pola pikir yang negatif secara tidak langsung. Tentu bagi beberapa orang, mereka dapat melakukannya dengan cara diet dan mengkonsumsi obat-obatan tapi dengan syarat harus merubah total lingkungan sekitar sehingga dapat memancing timbulnya perubahan pola pikir dan juga penting orang tersebut harus punya niat yang kuat untuk merubah pola pikir lama mereka.

Berikut ini adalah ringkasan yang saya tulis dengan harapan dapat anda pakai untuk menolong orang lain.

Pola Pikir
Adalah pola-pola dominan yang menjadi acuan utama seseorang untuk bertindak, atau dari definisi lainnya adalah pola yang menetap dalam pikiran bawah sadar seseorang.

Kita melihat banyak orang terpengaruh pada berbagai macam pola pikir. Pola pikir dapat pula mempengaruhi orang yang "non-verbal". Pola pikir adalah kecenderungan manusiawi yang dinamis, ia dapat mempengaruhi siapa saja, ia dapat membantu kita, dapat pula merugikan kita.
  • Ada orang dengan pola pikir perfeksionis. Kita menilai diri kita begitu tajam sehingga sekilas kita tidak berani mencoba sesuatu yang tidak kita kuasai dengan sangat sempurna. Ada orang dengan pola pikir obsesif, mengingat terus menerus sesuatu yang menakutkan kita sehingga kita menteror diri sendiri sampai rasa takut itu menjadi jauh lebih besar dari diri kita sendiri dan akhirnya kita berhenti sambil meyakini bahwa semuanya adalah malapetaka.
  • Ada juga orang dengan pola pikir pesimis. Kita meyakini bahwa kita telah dikutuk. Bagaimanapun kerasnya kita berusaha tapi yang datang selalu hal hal buruk. Kitapun tidak mampu melihat atau peduli akan keberhasilan kita karena kita memilih untuk hanya melihat pada kegagalan kita.
  • Ada orang dengan pola pikir bergantung pada orang lain. Kita sangat ingin untuk bebas tapi dilain pihak kita merasa bahwa hanya orang lain yang dapat menyelamatkan kita. Kita berpikir bahwa mereka mencintai kita karena mereka telah menyelamatkan kita. Kita merasa takut kehilangan hubungan baik yang telah lama dibina. Kita mendambakan kebebasan tapi kita sangat merasa tidak aman jika tidak bergantung pada mereka takut mereka akan menelantarkan kita.
  •  Ada orang dengan pola pikir "saling membutuhkan". Kita memfokuskan diri untuk mencintai orang lain dan membuat orang yang dicintai menjadi bergantung pada kita dengan mencurahkan segala perhatian dan perasaan cinta kita kepadanya. Yang dicintai merasa orang lain tidak dapat mencintai-nya kecuali kita, Pada akhirnya orang yang kita cintai merasa tidak berdaya
  • Ada orang dengan pola pikir membenci diri sendiri / suka melukai diri sendiri. Kita membuat diri kita sendiri menjadi seorang pesimis lalu melakukan hal yang sama pada orang lain. Tetap bertahan untuk tidak merubah diri bahkan mempengaruhi orang lain dengan cara menakut-nakuti bahwa akan ada sesuatu yang berbahaya apabila kita keluar dari pola pikir yang lama.
  •  Ada orang dengan pola pikir birokrat/dogmatik, memaksakan kehendaknya untuk mengikuti aturan dan merasa kita yang paling tahu segalanya . Tapi kita juga dapat mempunyai pola pikir yang baik dan konstruktif.
  • Kita dapat memiliki pola pikir yang optimistis. Kita percaya bahwa tidak ada sesuatu yang tidak mungkin. Semua dapat dilakukan secara bertahap, biar lambat asal selamat maka kita akan berhasil melakukan sesuatu yang teramat sulit
  • Kita juga dapat memilih pola pikir seorang yang realistis. Dapat mengalahkan rasa takut dan hal-hal negatif dan melihat sesuatu tanpa menggunakan emosi lalu membuat rencana secara bertahap dengan penuh rasa percaya diri
  • Kita juga dapat mempunyai pola pikir Taoisme. Bahwasanya hitam tidak selalu jelek dan putih tidak selalu baik. Sesuatu yang jelek dapat sangat bermanfaat jika ada pada situasi yang tepat. Bahwa sesuatu yang kelihatan-nya baik mungkin dapat mencelakakan kita. Selalu berada dijalur tengah, berjalan dengan sendirinya tanpa diatur, tanpa emosi, menerima apa adanya tanpa penyesalan Ini merupakan cara terbaik untuk meraih kebahagiaan. Yang perlu kita pikirkan atau kuatirkan adalah saat sekarang ini, menit ini, detik ini, bukan kemarin ataupun esok hari. Semua langkah kita dapat dilakukan dengan benar jika kita tidak merasa putus asa dan tidak terlalu memikirkan hal-hal menakutkan yang belum terjadi atau memikirkan bahwa kita akan gagal. Jika kita dapat memfokuskan diri kita pada saat sekarang maka kita akan dapat jauh lebih sukses.
  • Kita juga dapat mempunyai pola pikir seorang yang mandiri. Tidak terlalu memikirkan perasaan orang lain sehingga orang lain dapat merasa bebas. Kita semua dapat menggali kemampuan diri secara bertahap sesuai kemampuan masing-masing tanpa harus mempunyai perasaan bersalah, rasa malu ataupun rasa terbebani.

Setiap saat kita dapat menentukan pilihan untuk merubah pola pikir apakah kita akan tetap dengan pola pikir yang positif atau pola pikir yang negative. Seperti jargon-jargon motivator,yaitu “Hidup selalu penuh dengan pilihan” dan saya mengutip quotes yang sangat bagus dari teman saya. Yang berbunyi “Hidup itu berawal dari "B" dan diakhir di "D" . Born (lahir) dan Death (mati) . Tapi di antara huruf 'B' dan 'D' ada 'C' Yaitu (Choice) (pilihan)!”

      Saya akan mencoba memberi sebuah imajinasi! Selama paradigma itu negatif atau bahkan salah. Berarti ada dua macam paradigma? Betul.  Ada yang positif dan juga negatif. Dan kita pasti akan memilih yang positif. Perlu diketahui, paradigma, secara langsung atau tidak, terbentuk atau bahkan dibentuk oleh pola asuh orangtua/keluarga, lingkungan sekitar, dan media. Saya akan memberi contoh real dalam kehidupan kita sehari-hari.

     Pola asuh orangtua/keluarga. Sebagian kalian pasti akan mengecam saya dengan pernyataan saya ini. Mereka menganggap keluarga mereka yang paling baik. The best family in the world. Oke, tapi sadari bahwa tidak semua pendidikan orangtua positif. Sengaja maupun tidak.
Sebagai contoh, apakah kalian masih ingat pepatah yang mungkin disematkan di benak kalian oleh orangtua kita, “bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian”? Sebuah pepatah yang sebenarnya memiliki maksud baik tapi dengan pemilihan kata yang salah. Salah? Yap, di kalimat tersebut ada kata ‘sakit’ yang disandingkan dengan kata ‘dahulu’. Yang perlu kita ingat adalah kata-kata memiliki kekuatan besar untuk mengubah pemikiran. Dan kata ‘bersakit-sakit dahulu’ jelas memiliki kekuatan negatif.

Mengapa harus ‘bersakit-sakit dahulu’? Apa kita harus sakit dulu sebelum mendapat kesenangan? Atau bisa saya sebut kebahagiaan? Tidak. Mungkin kalian akan berpikir, ‘Hei, bersakit itu maksudnya tuh usaha!’. Benar, saya sepenuhnya setuju. Tapi, apakah harus ada kata ‘sakit’?

Bila saya mendapatkan hak cipta, saya akan mengganti kalimat pepatah di atas menjadi “Bersenang-senang dahulu, bersenang-senang pula kemudian”

Berusaha dengan perasaan cinta. Berdoa dengan tulus. Ditujukan untuk Sang Maha Kuasa. Menikmati semua proses. Bersenang-senang dahulu.

Lalu, bersiap untuk menerima buah dari usaha dan doa. Dimana saat kita berusaha dengan benar dan adil. Berdoa dengan tulus. Saya yakin Tuhan akan memberikan. Detil. Sesuai yang kita inginkan. Bersenang-senang pula kemudian.

Jadi, saya yakin semua orangtua memberikan yang terbaik untuk anak-anaknya. No doubt about it. But, you know the fact now! Pilih dan pilah semua yang diberikan orangtua. Kenali lalu ubah paradigma yang ‘tidak sengaja’ digelontorkan orangtua untuk kita. Hasilnya? Rasakan dalam kehidupan sehari-hari kalian. The change of your inner will change your outer significantly.
                
      Contoh lainnya, dulu pada saat saya masih SD, ayahku pernah menyampaikan cerita yang, believe it or not, masih saya ingat sampai sekarang. Ceritanya mengenai ikan di dalam akuarium. Jadi suatu hari, ada sebuah akuarium yang berisi seekor ikan. Oleh pemiliknya, akuarium ini disekat menjadi dua bagian dengan menggunakan kaca transparan. Dengan demikian, ikan tersebut hanya menempati salah satu sisi akuarium, sedangkan sisi lainnya kosong, hanya berisi air. Beberapa bulan kemudian, sang pemilik melepaskan kaca yang digunakan sebagai sekat akuarium tersebut. Dan, tahukah anda apa yang terjadi? ikan tersebut tetap berenang hanya di setengah bagian akuarium. Ia sama sekali tidak berusaha berenang menuju ke sisi yang sebelumnya terhalang oleh sekat pembatas. Padahal sebenarnya, ia bisa berenang dengan lebih leluasa jika menggunakan seluruh bagian akuarium tersebut. Sebenarnya ia bisa meraih jauh lebih banyak apabila ia mau mengubah paradigmanya sedikit saja. Ia terhalang oleh paradigmanya sendiri yang mengatakan bahwa ia tak akan bisa mencapai sisi kolam tersebut karena pasti akan terhalang kaca.

Dari beberapa fakta dan contoh di atas, kita dapat melihat secara nyata bahwa paradigma memiliki pengaruh besar terhadap kehidupan kita. Seandainya kita mau berusaha mengubah paradigma yang membatasi pikiran-pikiran dan proses aktualisasi diri kita, bisa dipastikan, proses pencapaian target dan prestasi kita dapat berjalan lebih maksimal. Meskipun ada banyak faktor lain yang tidak boleh dilupakan, tapi tidak ada salahnya kita bangun paradigma yang lebih baik dan lebih positif untuk kita tanamkan dalam pikiran kita. Paradigma besar yang akan mengiringi setiap langkah dalam kehidupan kita.

Saya mengutip artikel yang sangat menarik dari suatu forum yang bercerita tentang “Mengenal Pola Pikir Diri Sendiri” dan berikut isinya:

Pola Pikir Sebagai Dasar Segala Bentuk Tindakan
      Pernahkah kamu kesal dalam satu percakapan, diskusi atau rapat? Atau pernahkan kamu memperhatikan orang yang kesal dalam diskusi atau pertemuan? Kamu mungkin pernah mengalaminya atau melihatnya. Bukan hanya kesal, orang bisa emosi dan marah. Bahkan ada yang sampai berkelahi seperti yang pernah saya tonton di televisi. Apa yang menyebabkan sikap demikian? Mengapa begitu mudah berbeda pendapat atau berdebat yang bisa berujung dengan rasa kesal, emosi, marah bahkan sampai berkelahi?
      
      Pada lapisan yang paling mendasar, ini disebabkan adanya perbedaan praanggapan (presupposisi). Ibarat bangunan sebuah rumah, pra-anggapan adalah fondasinya. Kita tidak bisa melihat fondasinya. Tidak kelihatan dengan kasat mata bagaimana struktur fondasinya. Tetapi, di atas fondasi itulah bangunan berdiri: mulai dari dinding, pintu, jendela, dan atap rumah. Demikianlah praanggapan seseorang. Ini tidak kelihatan, tetapi di atas fondasi inilah seluruh tindakan dan perilaku seseorang dibangun.

Setiap orang mempunyai pra-anggapan (presuposisi). Kamu dan saya mempunyai pra-anggapan yang berbeda dan pra-anggpan itu tidak selalu sama. Edward de Bono menyebut pra-anggapan ini dengan istilah lain. Ia menggunakan kata kerangka berpikir atau pola pikir ('Thinking Pattern'), yaitu akumulasi informasi yang masuk ke dalam pikiran. Dan informasi ini kemudian, membentuk kerangka berpikir dengan sendirinya.

Proses pembentukan kerangka berpikir dimulai sejak bayi dalam kandungan. Dengan bertambahnya usia bertambah pula informasi yang masuk ke dalam pikiran. Berapa banyak informasi yang masuk ke dalam pikiran ketika seseorang sudah remaja, pemuda, dewasa, orang tua dan nenek-kakek- kita tidak tahu.
Informasi yang masuk ke dalam pikiran pun beragam: mulai dari pengalaman diasuh oleh ibu, dididik orang tua, dididik oleh guru di taman kanak-kanak, sekolah dasar, sekolah menengah, dan kampus. Bukan hanya itu saja, masih ada pengalaman-pengalaman unik dalam hidup kita seperti kisah percintaan, cinta ditolak, putus cinta, kecelakaan atau kemalingan. Tentu ada juga yang positif seperti mendapat inspirasi dari orang lain, buku bacaan, film atau sejarah. Dan masih banyak informasi lain yang diterima dalam pengalaman hidup yang memberi sumbangsih dalam pembentukan pola pikir.

Informasi yang masuk ke dalam pikiran membentuk ragam pola dalam pikiran. Ibarat sebuah pohon, ada ranting kecil, ranting besar, dan batang. Besarnya pola tergantung dari berapa sering informasi masuk ke dalam pikiran dan berapa dalam kesan yang diberikannya. Semakin sering atau semakin berkesan sebuah informasi semakin kuat pola pikir yang dibentuk. 'Pencucian otak' (indoktrinasi) pun merupakan bagian dari proses pembentukan kerangka berpikir ini.

Kuat atau besarnya pola- ranting kecil, ranting besar, dan batang- akan berpengaruh terhadap informasi-informasi yang datang di kemudian hari. Bakal ada informasi yang 'ditolak' dan diterima dan ini tergantung dari pola yang dominan dalam pikiran. Pola yang dominan inilah salah satu penyebab utama mengapa muncul perbedaan pendapat atau perdebatan dalam percakapan, diskusi atau rapat.
                
     Dari penjelasan singkat tentang proses pembentukan pola pikir diatas menurut saya, anda dan saya sekarang bisa mengenal kerangka berpikir kita masing-masing. Kita bisa menelusuri pola apakah yang dominan dalam pikiran kita sehingga kita bersikap atau bertindak seperti sekarang. Ini bukan pekerjaan mudah. Mau tidak mau, kita harus menelusuri informasi-informasi apa saja yang kita terima selama ini, yang kemudian membangun kerangka berpikir kita.
Dan, artikel lainnya yang saya kutip dari forum itu membahas tentang pengenalan diri dengan judul “Inilah Salah Satu Rahasia Pengembangan Diri”. Dan berikut penjelasannya:
               
      Sejauh mana kamu mengenal dirimu? Bila kamu tidak begitu mengenal siapa kamu, kamu tidak perlu risau. Banyak seperti kamu bahkan ada yang gelisah sekalipun mereka sudah merasa mengetahui dirinya. Ada yang merasa takut kalau mereka salah memahami dan mengukur nilai diri mereka.  Mengenal diri adalah salah satu kunci rahasia untuk pengembangan diri. Para ahli selalu menganjurkannya. Immanuel Kant misalnya, pernah mengajukan beberapa pertanyaan, "Siapakah saya? Apa yang seharusnya saya ketahui? Apa yang seharusnya saya kerjakan? Dan apa harapan saya?" Ia merangkum pertanyaan-pertanyaan yang sangat fundamental bagi kamu dan saya, pertanyaan-pertanyaan yang Anda dan saya harus tanya dan jawab juga.

Namun, Agustinus, yang hidup pada abad ke empat, memberikan pernyataan yang lebih ringkas. Ia mengatakan, "Saya hanya perlu mengenal dua hal: jiwa saya dan Allah." Agustinus seperti mengabaikan pengetahuan akan alam. Seolah-olah ia mengatakan bahwa mengetahui alam bukanlah prioritas utama bagi manusia, tetapi mengenal Allah dan mengenal diri- itulah yang terpenting.
                
       Inilah pendapat dari sudut pandang saya terkait artikel diatas. Saya mengaminkan pandangan Agustinus. Mengenal Allah dan diri kita- inilah kunci rahasia untuk pengembangan diri kita yang sejati. Tidak cukup kita hanya mengenal siapa diri kita, apa yang harus kita ketahui, apa yang harus kita kerjakan, dan apa harapan kita. Pengenalan diri harus dipadu dengan pengenalan akan Allah. Namun, hanya dengan mengenal Allah, Anda dan saya dapat mengenal diri kita yang sesungguhnya.

Sumber: http://www.putra-putri-indonesia.com/pola-pikir.html
                
     Sebelum kamu mencoba merubah pola pikir kamu menjadi semakin berkembang lebih baiknya kamu harus mencoba juga mengenal diri  kalian sendiri sejak saat ini. Sekalipun penghasilan, harta, jabatan, gelar, status sosial, popularitas, atau pengaruh bisa memberi indikasi tentang nilai diri seseorang, ukuran ini tidaklah mutlak. Ukuran-ukuran ini sementara sifatnya. Penghasilan ataupun harta tidaklah abadi. Hari ini harta ada besok bisa lenyap. Perkataan kuno mengatakan, “Janganlah bersusah payah untuk menjadi kaya” tinggalkanlah niat seperti ini. Kalau engkau mengamat-amatinya lenyaplah ia karena ia tiba-tiba bersayap lalu terbang ke angkasa seperti rajawali.” Begitu juga dengan jabatan. Hari ini kamu bisa memiliki jabatan, besok lusa jabatan Anda bisa diisi orang lain. Tahun ini kamu mendapat gelar, lima tahun kemudian, bila kamu tidak menekuni topik yang Anda pelajari, gelar itu sudah tidak lagi valid. Begitu juga status sosial, popularitas, dan pengaruh semuanya bisa berubah. Kamu tidak perlu risau, minder atau menganggap bahwa nilai diri kalian kurang berarti sekalipun kondisi kalian sedang terpuruk. Penghasilan sekecil apapun, bila didapat dengan cara yang benar, itu jauh lebih baik dari pada penghasilan besar yang didapat dengan cara tidak benar. Penghasilan besar, tapi dari hasil perampasan, penipuan, atau pemerasan, bukanlah penghasilan yang perlu Anda kagumi. “Lebih baik penghasilan sedikit disertai kebenaran, dari pada penghasilan banyak tanpa keadilan,” begitu pepatah kuno. Begitu juga harta yang didapat dengan cara tidak benar, gelar yang dibeli, dan popularitas semu ini semua tidak ada artinya.

Namun, ini tidak berarti kalian dan saya menjadi pasif, menerima diri kita apa adanya. Masih banyak potensi-potensi yang belum kita ketahui atau sadari dan yang belum terungkap. Kita mungkin belum menemukan diri kita yang sesungguhnya. Kita harus menggali nilai diri yang tersimpan dalam diri kita masing-masing. Kalian dan saya diberikan tugas untuk mengaktualisasikan potensi diri kita masing-masing. Kita harus mengasah dan mempertajam keahlian kita. Kita harus terus mencari identitas kita yang sesungguhnya.
               
       Tentu, pencarian identitas diri tidak berarti bahwa pada akhirnya kita akan selalu sama dengan orang lain. Tidak ada jaminan bahwa kamu harus berpenghasilan belasan, puluhan atau ratusan juta per bulan. Bila kamu sudah mengerjakan pekerjaan sesuai bakatmu dengan sungguh-sungguh dan kamu pun  mengikuti etika untuk manusia dan hukum alam, kalian sudah melakukan hal yang terbaik sekalipun penghasilan terbilang kecil. Tiap orang punya rezekinya masing-masing, tiap orang mendapat karunia masing-masing. Kita hanya perlu mengenal diri kita, mengaktualisasikan nilai diri kita, menemukan dan mengasah karunia dalam diri, dan setia menggunakannya. Dengan demikian, nilai diri yang tertanam dalam diri bisa dinyatakan dalam kehidupan yang singkat ini.

"Kalau Anda menginginkan perubahan kecil dalam hidup, ubahlah perilaku Anda. Tetapi bila Anda menginginkan perubahan yang besar dan mendasar, ubahlah pola pikir Anda." - Stephen Covey

Jadi dalam artikel saya ini mengenai Shift Paradigm pointnya adalah kenalilah diri kamu sedalam mungkin, jangan mudah terpengaruh lingkungan maupun orang lain dan jikalau kamu masih belum mempunyai/mendapatkan jati dirimu yang sesungguhnya cukuplah kamu menjadi diri sendiri (be yourself). Sesungguhnya menjadi diri sendiri itu lebih baik daripada kamu men-copycat seseorang yang akan membuatmu menjadi terpaksa. Saya mulai mengerti arti dari Shift Paradigm itu sendiri karena semakin berkembang dirimu, semakin berkembang pula pemikiranmu dan pengetahuanmu. Semua potensi itu bisa diasah, dengan berbagai macam cara yang terus berkembang, dari model pelatihan hingga disiplin ilmu yang sudah permanen, dari berguru hingga belajar sendiri. Maka, tunggu apalagi. Segera kenali diri, gali potensi, dan jadilah diri kita sendiri untuk menjadi panutan orang lain.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar